RajaBackLink.com

Mengenal Sitor Situmorang, Pujangga Indonesia dengan Segudang Karya

Mengenal Sosok Sitor Situmorang

Sitor Situmorang merupakan salah satu pujangga kenamaan di tanah air. Beragam karya telah beliau ciptakan, mulai dari sajak, esai, cerita pendek, naskah drama, naskah film, karya terjemahan, dan juga telaah sejarah Lembaga Pemerintahan Batak Toba. Beliau juga dikenal sebagai seorang wartawan. Seperti apakah kisah hidupnya? Selengkapnya bisa kamu baca pada konten berikut ini :

Mengenal Sosok Sitor Situmorang

Sejatinya, Sitor Situmorang bukanlah nama asli beliau. Situmorang merupakan nama marga Batak. Beliau dilahirkan pada tanggal 2 Oktober 1923 di Tapanuli Utara, Sumatera Utara dengan nama Raja Usu. Namun beberapa waktu kemudian, nama Raja Usu berubah menjadi Sitor. Nama "Sitor" sudah mulai tercatat saat beliau menjadi siswa di sekolah rakyat HIS.

Ayah Sitor bernama Ompu Babiat sedangkan ibunya berasal dari marga Simbolon. Ayah Sitor bernama Sebelum tinggal di Lembah Harianboho, ayah beliau yang merupakan seorang kepala adat marga Situmorang tinggal di daerah Lintong. Sedangkan ibunda Sitor merupakan istri kedua dari Sang Ayah.

1. Masa Kecil Sitor Situmorang

Pada waktu kecil, tepatnya pada saat beliau SMP. Sitor berkunjung ke rumah kakaknya di Sibolga dan disana menemukan buku Max Havelaar berbahasa Belanda yang merupakan karya dari Multatuli. Buku tersebut selesai dibaca dalam 2-3 hari tanpa terputus, walaupun penguasaan bahasa Belandanya masih belum memadai. Membaca buku tersebut, membuat kesadaran kebangsaannya semakin meningkat. Sejak saat itu beliau mulai tertarik dengan dunia sastra dan banyak membuat banyak sekali karya.

Baca juga : biografi Pramoedya Ananta Toer

2. Riwayat Pendidikan

Pendidikan Sitor Situmorang dimulai saat di bersekolah di HIS pada tahun 1931 di Balige. Namun ketika beliau sudah kelas 5, terpaksa harus pindah ke Sibolga bersama kakak tertuanya yang kebetulan pada saat itu juga harus dinas di sana. Selepas lulus sekolah rakyat (HIS) di tahun 1938, beliau kemudian melanjutkan pendidikannya ke SMP (MULO) di Tarutung dan lulus pada tahun 1941.

Setelah lulus SMP, Sitor Situmorang berkeinginan untuk pergi ke Batavia yang dahulunya merupakan sebuah daerah yang kini menjadi Jakarta. Ternyata, saudara Sitor pun juga mendukungnya agar beliau bisa mendapatkan pendidikan yang setinggi-tingginya. Sitor mempunyai cita-cita untuk masuk ke sekolah tinggi jurusan hukum selepas lulus SMA kelak.

Namun keinginan tersebut tak pernah terwujud karena kedatangan Jepang ke Indonesia. Tahun 1943 beliau harus diberangkatkan ke Jepang untuk menimba ilmu, walaupun beliau sendiri merasa kurang pas tentang hal itu. Beliau juga pernah berkelana ke Amsterdam dan Paris di tahun 1950-1952. Dan dilanjutkan dengan memperdalam ilmu sinematografi di Universitas California pada tahun 1956 hingga 1957.

3. Karir

Perjalanan karir dan pekerjaan Sitor Situmorang bermula beliau sudah menyelesaikan studinya di Jepang. Setelah pulang, Sitor dipekerjakan di kantor keuangan Jepang yang ada di Sibolga. Akan tetapi, setelah beberapa waktu kondisi Si Bolga sudah mulai tidak kondusif sehingga kantor tersebut dipindahkan ke Tarutung. Sitor Situmorang bekerja di sana hingga berakhirnya pemerintahan Jepang di Indonesia.

Selanjutnya, pada tahun 1946 Sitor bekerja sebagai redaktur koran Suara Nasional yang diterbitkan oleh Komite Nasional daerah Tapanuli. Semenjak bekerja di sana beliau mulai berkenalan dan bergaul dengan dunia tulis-menulis. Sitor pun berkeinginan untuk menjadi wartawan di kota besar. Dan keinginan itu pun terwujud di tahun 1947 dimana beliau bekerja di surat kabar Waspada Medan

Singkatnya, pengalaman bekerja beliau tak berhenti sampai disitu saja. Tetapi juga pernah menjalani pekerjaan-pekerjaan yang lainnya diantaranya menjadi koresponden Berita Indonesia di Yogyakarta mulai tahum 1947 hingga 1948 dan juga Warta Dunia pada tahun 1957.

Beliau pernah menjadi pegawai Jawatan Kebudayaan Departemen P & K, dan juga pernah menjadi seorang dosen di Akademi Teater Nasional Indonesia (Jakarta). Tak berhenti sampai di situ, ternyata Sitor Situmorang pernah terjun di dunia politik saat menjadi anggota Dewan Nasional pada tahun 1958, dan juga anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) mewakili kalangan seniman.

Baca juga : biografi Buya Hamka.

4. Karya

Saat awal-awal menulis, karyanya tak bisa terlepas dari pengaruh Charil Anwar. Pasalnya, sajak-sajak yang dibuatnya mengambil tema percintaan dan pengembaraan yang terlebih dahulu identik dengan Chairil Anwar. Sajak-sajaknya yang ditulis pada tahun 1953 hingga 1954 dimuat dalam buku yang berjudul Dalam Sadjak dan Wadjah Tak Bernama yang diterbitkan pada tahun 1055.

Meski berdarah Batak, tetapi beberapa sajak yang beliau ciptakan justru merasa sangat peduli dengan Bali. Sitor menulis sajak dalam bahasa Inggris, The Rites of the Bali Aga yang ditulis pada September 1976, setelah perjalanannya ke Bali. Selain itu, masih banyak lagi karya-karya beliau yang begitu terkenal diantaranya :


  • Surat Kertas Hijau (1954)
  • Jalan Mutiara (1954)
  • Dalam Sajak (1955)
  • Wajah Tak Bernama,  (1956)
  • Rapar Anak Jalang (1955)
  • Zaman Baru (1962)
  • Pangeran  (1963)
  • Sastra Revolusioner (1965)
  • Dinding Waktu (1976)
  • Danau Toba (1981)
  • Angin Danau (1982)
  • Bunga di Atas Batu (1989)

Penutup

Beliau memang kini sudah tidak ada lagi di dunia ini, akan tetapi kita tetap bisa mengambil hikmah dari perjalanan hidup beliau yang begitu luar biasa. Sekian dan semoga kamu yang bercita - cita menjadi seorang penulis bisa mengikuti jejak beliau.

3 komentar

Komentar yang sesuai dengan postingan dan tidak mengandung unsur negatif pasti akan disetujui oleh admin :)

Maaf, tidak diperkenankan berkomentar menggunakan atau mengandung tautan aktif
Indonesia Website Awards